BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merumuskan tujuan instruksional dengan jelas, umumnya dianggap sebagai salah satu langkah pertama yang sangat penting dalam proses perencanaan kurikulum dan pelajaran yang sistematik. Menurut Sudjarwo (1984: 36) Ada tiga fungsi dasar tujuan instruksional. Fungsi yang pertama dapat dipakai untuk membantu mendefinisikan arah instruksional secara umum dan sebagai dan sebagai petunjuk tentang materi pelajaran yang perlu dicakup. Kedua, memberikan pengarahan tentang metode/ mengajar yang sebaiknya diterapkan. Ketiga, membantu dan mempermudah pengukuran hasil belajar yang dituangkan dalam prosedur perencanaan dan penilaian.
Menurut Sodjarwo (1984: 38) Tujuan instruksional biasanya dibedakan menjadi dua, yakni maksud atau disebut juga Tujuan Instruksional Umum dan Tujuan Instruksional Khusus. Tujuan Instruksional Umun (TIU) yang istilah lainnya adalah “goal” atau “terminal objective” ruang lingkupnya luas dan merupakan pernyataan tentang perilaku akhir yang dapat dicapai oleh siswa setelah ia menyelesaikan satu unit pelajaran atau sub pokok bahasan. Jadi luas jangakauannya tergantung pada ruang lingkup kegiatan yang dilakukan.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) yang istilah lainnya adalah sempit dibanding TIU dan merupakan hasil penjabaran dari TIU dalam bentuk perilaku spesifik. Dengan kata lain dapat disebutkan bahwa TIK adalah kumpulan dari pernyataan yang lebih sempit dan terinci dibandingkan TIU yang biasanya dinyatakan dengan kata kerja yang operasional, sehingga memudahkan pengajar dalam mengukur hasil belajar. Dalam proses pembuatan TIK rincian pernyataannya didasarkan pada TIU.
Tujuan Instruksional Khusus merupakan lanjutan dari tahap-tahap pengembangan instraksional yang diawali dari mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis Tujuan Instruksional Umum (TIU), selanjutnya melakukan analisis instruksional dan mengidentifikasi perilaku karakteristik awal siswa lalu setelah itu merumuskan Tujuan Instruksional Khusus.
Berdasarkan paparan diatas dapat kita ketahui bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan salah satu komponen pembelajaran yang sangat penting bagi jalanya proses kegiatan belajar mengajar. Selain itu tujuan instruksional khusus merupakan dasar satu-satunya dalam menyusun kisi- kisi test. Oleh karena itulah pembahasan mengenai desain instruksional khusus ini perlu membahasan yang luas lagi.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalan diatas maka dapat dijabarkan rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apakah pengertian tujuan instruksional khusus?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam merumuskan tujuan instruksional khusus?
3. Apa komponen yang terdapat dalam merumuskan tujuan instruksional khusus?
C. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian dari tujuan instruksional khusus.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam merumuskan tujuan instruksional khusus.
3. Untuk mengetahui komponen-komponen apa saja yang terdapat dalam merumuskan tujuan instruksional khusus.
4.
BAB II
PEMBAHASAN
Robert F. Magner (1962) yang mendefinisikan tujuan instruksional sebagai tujuan perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa sesuai kompetensi. Selain itu Eduard L. Dejnozka dan David E. Kavel (1981) yang mendefinisikan tujuan instruksional adalah suatu pernyataan spefisik yang dinyatakan dalam bentuk perilaku yang diwujudkan dalam bentuk tulisan yang menggambarkan hasil belajar yang diharapkan serta Fred Percival dan Henry Ellington (1984) yang mendefinisikan tujuan instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukkan penampilan / keterampilan yang diharapkan sebagai hasil dari proses belajar.
Terdapat dua macam tujuan instruksional yaitu tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan instruksional khusus (TIK) adalah tujuan pengajaran dimana perubahan prilaku telah dapat dilihat dan diukur. Kata kerja yang menggambarkan perubahan prilaku telah spesifik sehingga memungkinkan dilakukan pengukuran tanpa menimbulkan lagi berbagai perberdaan penafsiran. Selain itu tujuan instruksional khusus merupakan lanjutan dari tahap-tahap pengembangan instruksional yang diawali dari mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan selanjutnya melakukan analisis instruksional dan mengidentifikasi perilaku karakteristik awal siswa lalu selanjutnya menuliskan tujuan instruksional khusus.
A. Pengertian Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan Instruksional Khusus (
TIK) merupakan terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing menyebutkannya pula sebagai objective, atau enabling objective, untuk membedakannya dengan general instructional objective, goal, atau terminal objective. Yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional akhir.
Dalam program applied approach (AA) yang telah digunakan di perguruan tinggi seluruh Indonesia TIK disebut sasaran belajar (sasbel) (Suparman, 2012). Sasbel menurut Soekartawi (dalam Suparman, 2012) adalah pernyataan tujuan instruksional yang sudah sangat rinci. sasaran belajar harus dituliskan dari segi kemampuan peserta didik. Artinya mengungkapkan perubahan apa yang diharapkan terjadi pada diri mahasiswa setelah mengikuti pengajaran pada satu pokok bahasan tertentu. Dick dan Carey, (2005) telah mengulas bagaimana Robert Mager mempengaruhi dunia pendidikan khususnya di Amerika untuk merumuskan TIK dengan sebuah kalimat yang jelas dan pasti serta dapat diukur. Perumusan tersebut berarti TIK diungkapkan secara tertulis dan diinformasikan kepada siswa atau mahasiswa dan pengajar mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang tercantum dalam TIK.
Perumusan TIK harus dilakukan secara pasti artinya pengertian yang tercantum di dalamnya hanya mengandung satu pengertian dan tidak dapat ditafsirkan kepada bentuk lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke dalam kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (Suparman, 2012). Menurut Soedjarwo (dalam Suparman 2012) Penulisan sasaran belajar sedikitnya menyatakan tentang: a). Isi materi dan bahasan b). Tingkat penampilan yang diharapkan c). Prasyarat pengungkapan hasil kerja. Tentunya secara ideal diharapkan peserta didik mendapatkan perubahan secara menyeluruh, baik dalam pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), maupun keterampilan (motorik).
Tujuan instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai mahasiswa pada akhir proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan instruksional khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.
B. Langkah-langkah yang dilakukan dalam merumuskan tujuan instruksional khusus
Langkah-langkah yang dilakukan dalam merumuskan tujuan instruksional khusus menurut Suharsimi Arikunto adalah:
1. Membuat sejumlah TIU (tujuan instruksional umum) untuk setiap mata pelajaran/bidang studi yang akan diajarkan. Di dalam kurikulum tahun 1975 maupun 1984, TIU ini sudah tercantum dalam Buku Garis-Garis Besar Program Pengajaran. Dalam merumuskan TIU digunakan kata kerja yang sifatnya masih umum dan tidak dapat diukur karena perubahan tingkah laku masih terjadi di dalam diri manusia (intern).
2. Dari masing-masing TIU dijabarkan menjadi TIK yang rumusannya jelas, khusus, dapat diamati, terukur dan menunjukan perubahan tingkah laku.
Contoh-contoh rumusan untuk TIU:
- Memahami teori evolusi
- Mengetahui perbedaan antara skor dan nilai.
- Mengerti cara mencari validita.
- Menghayati perlunya penilaian yang tepat.
- Menyadari pentingnya mengikuti kuliah dengan teratur.
- Menghargai kejujuran mahasiswa dalam mengerjakan tes.
Dalam contoh ini digunakan kata-kata kerja: memahami, mengetahui, mengerti, menghayati, menyadari, menghargai, dan masih ada beberapa lagi yang sifatnya masih terlalu umum sehingga penafsirannya dapat berbeda antara orang yang satu dengan yang lain.
Contoh:
Mahasiswa mengerti cara mencari validitas suatu soal. Bagaimanakah kita tahu ia mengerti? Apakah karena pada waktu diterangkan dia tampak mengangguk-anggukkan kepala? Boleh jadi dia mengangguk-anggukkan kepalanya hanya merupakan suatu usaha agar tidak dikatakan mengantuk atau sedang melamunkan sesuatu. Tampaknya mengangguk mereaksi kuliah, tetapi angannya melayang.
Atas dasar semua keterangan ini maka agar dalam mengadakan evaluasi terlihat hasilnya, TIU ini perlu diperinci lagi sehingga menjadi jelas dan tidak disalahtafsirkan oleh eerapa orang.
Rumusan TIK yang lengkap memuat tiga komponen, yaitu:
a) Tingkah laku akhir (terminal behavior)
Tingkah laku akhir adalah tingkah laku yang diharapkan setelah seseorang seseorang mengalami proses belajar mengajar. Disini tingkah laku ini harus menampakan diri dalam suatu perbuatan yang dapat diamati dan diukur (observable and measuarable).
Contoh:
- Menuliskan kalimat perintah
- Mengalikan pecahan persepuluhan,
- Menggambarkan kurva normal,
- Menyebutkan batas-batas Daerah Istimewa Yogyakarta,
- Menerjemahkan bacaan bahasa inggris kedalam bahasa Indonesia.
- Menceritakan kembali uraian guru,
- Mendemonstrasikan cara mengukur suhu,
- Mengutarakan pendapatnya mengenai sesuatu yang dikemukakan guru.
- Menjelaskan hasil bacaan dengan kalimat sendiri.
Dan lain-lain lagi yang berujud kata kerja perbuatan/operasional (action verb) yang diamati dan diukur.
b) Kondisi demonstrasi (condition of demonstration or tes)
Kondisi demonstrasi adalah komponen TIK yang menyatakan suatu kondisi atau situasi yang dikenakan kepada siswa pada saat ia mendemonstrasikan tingkah laku akhir, misalnya:
- Dengan penulisan yang betul
- Urut dari yang paling tinggi
- Dengan bahasanya sendiri
Dengan demikian rangkaian kata-kata dalam rumusan TIK menjadi:
- Siswa dapat menjumlahkan bilangan yang terdiri dari puluhan dan satuan dengan penulisan yang betul.
- Siswa dapat menunjukan letak gunung-gunung yang ada di Jawa Tengah, urut dari yang paling tinggi.
- Siswa dapat menceritakan kembali isi bacaan tentang kisah keluarga dengan bahasanya sendiri.
Kata-kata bercetak miring itulah yang menunjukan standar keberhasilan.
c. Standar keberhasilan (standard of performance)
Standar keberhasilan adalah komponen TIK yang menunjukan seerapa jauh tingkat keberhasilan yang dituntut oleh penilai bagi tingkah laku pelajar pada situasi akhir.
Tingkatan keberhasilan dapat dinyatakan dalam jumlah maupun presentase, misalnya:
- Dengan 75% betul,
- Seurang-kurangnya 5 dari 10,
- Tanpa kesalahan
Dengan tambahan tingkatan kbeerhasilan ini maka bunyi rumusan TIK menjadi:
- Siswa dapat menjumlahkan bilangan yang terdiri dari puluhan dan satuan tanpa kesalahan.
- Siswa dapat menunjukan kembali kota-kota yang ada di Jawa Barat urut dari yang paling barat, dengan hanya 25% kesalahan.
Yang umum dikerjakan sampai saat ini hanya sampai tingkah laku akhir saja.
Pada pedoman pelaksanaan kurikulum dijelaskan bahwa, dalam kegiatan belajar mengajar guru diharuskan memperhatikan pula- keterampilan siswa dalam hal memperoleh hasil, yakni memperoleh keterampilan tentang prosesnya. Pendekatan ini disebut dengan istilah Pendekatan Keterampilan Proses (PKP). Keterampilan-keterampilan yang dimaksud meliputi keterampilan dalam hal:
1. Mengamati,
2. Menginterprestasikan (menafsirkan) hasil pengamatan,
3. Meramalkan,
4. Menerapkan konsep,
5. Merencanakan penelitian,
6. Melaksanakan penelitian,
7. Mengkomunikasikan hasil penemuan
Sesuai dengan tuntutan tersebut maka guru dalam merumuskan Tujuan Instruksional Khusus harus mengundang apa yang dilakukan siswa dalam kegiatan belajar mengajar (keterampilan yang mana), bagaimana menunjukan kemampuan atau hasilnya (tingkah laku) dan perolehannya. Untuk mempermudah tugas ini, dalam buku GBPP kurikulum 1984. Tujuan instruksional umum yang termuat sudah dirumuskan dalam satu rumusan yang menjelaskan:
1. Materi yang dipelajari,
2. Perilaku mengutarakan hasil,
3. Proses mencapaiannya
C. Taksomi Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan adalah usaha para pakar pendidikan dalam mengembangkan taksonomi tujuan pendidikan. Pakar pendidikan menggolongkan tujuan pendidikan dalam taksonomi atau kawasan (domain) antara lain :
a. Kawasan kognitif
Kawasan kognitif meliputi tujuan pendidikan yang beerkenaan dengan ingatan atau pengenalan terhadap pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dan keterampilan berfikir. Dalam kawasan koqnitif ini, tujuan pendidikan dibagi enam jenjang yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Kata operasional untuk Cognitive domain; levels and corresponding action verbs
1) Pengetahuan (knowledge)
- Mendefinisikan, mendeskrifsikan, mengidentifikasi, mendaftarkan, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan (states), mereproduksi.
2) Pemahaman (comprehension)
- Mempertahanan, membedakan, menduga (estimates), menerangkan, memperluas, menyimpulkan, menggeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali,memperkirakan.
3) Aplikasi
- Mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemuan, memanipulasikan, memodifikasi, mengoperasikan, meramalkan, menyiapkan, menghasilkan menghubungkan, menunjukan, memecahkan, menggunakan.
4) Analisis
- Memerinci, menyusun diagaram, membedakan, mengidentifikasikan, mengilustrasikan, menyimpulkan, menunjukan, menghubungkan, memilih, memisahkan, membagi (subdivides).
5) Sintesis
- Mengategorikan, mengkombinasikan, mengarang, menciptakan, memubat desain, menjelaskan, memodifikasi, mengorganisasikan, menyusun, membuat rencana, mengatur kembali, mengrekonstruksikan, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi, menuliskan kembali, menuliskan, memceritakan.
6) Evaluasi
- Menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, mendeskripsikan, membedakan, menerangkan, memutuskan, menafsirkan, menghubungkan, membantu (supports).
b. Kawasan Afektif adalah kemampuan yang dimunculkan seseorang dalam bentuk prilaku sebagai bagian dari dirinya. Kemampuan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan terhadap nilai-nilai moral yang harus dimilikinya, kemampuan dalam memberikan penilaian, dan bertingkah laku (bersikap).
Kata operasuonal untuk Affective domain; learning levels and corresponding action verbs
1) Reesiving
- Menanyakan, memilih, mendeskrifsikan, mengikuti, memberikan, mengidentifikasikan, menyebutkan, menunjukan, memilih, menjawab.
2) Responding
- Menjawab, membantu, mendiskusikan, menghormat, berbuat, melakukan, membaca, memberikan, menghafal, melaporkan, memilih, menceritakan, menulis.
3) Valuing
- Melengkapi, menggambarkan, membedakan, menerangkan, mengikuti, membentuk, mengundang, menggabung, mengusulkan, membaca, melaporkan, memilih, bekerja, mengambil bagian (share), mempelajari.
4) Organization
- Mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, melengkapi, mempertahankan, menerangkan, menggeneralisasikan, mengidentifikasikan, mengintegrasikan, memodifikasi, mengorganisir, menyiapkan, menghubungkan, mengsintesiskan.
5) Characterization by value or value complex
- Membedakan, menerapkan, mengusulkan, memperagakan, mempengaruhi, mendengarkan, memodifikasikan, mempertunjukan, menanyakan, merevasi, melayani, memecahkan, menggunakan.
c. Kawasan psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Keterampilan melakukan sesuatu tersebut, meliputi keterampilan motorik, keterampilan intelektual, dan keterampilan sosial.
Kata opertasional Psychomotor domain
Kata-kata operasional untuk aspek psikomotor harus menunjukan pada aktualisasi kata-kata yang dapat diamati meliputi:
1. Muscular or motor sills
- Mempertotonkan gerak, menunjukan hasil (pekerjaan tangan), melompat, menggerakan, menampilkan.
2. Manipulation of materials or objects
- Mereparasi, menyusun, membersihkan, menggeser, memindahkan, membentuk.
3. Neuromuscular coordination
- Mengamati, menerapkan, menghubungkan, menggandeng, memadukan, memasang, memotong, menarik, menggunakan.
Kata-kata yang telah disajikan di atas merupakan kata-kata kerja yang dipakai dalam merumuskan tujuan instruksional khusus bagi siswa-siswa yang belajar, sehingga rumusan seutuhnya menjadi pernyataan-pernyataan antara lain, sebagai berikut.
- Siswa dapat menjumlahkan bilangan-bilangan yang terdiri dari puluhan dan satuan.
- Siswa dapat menunjukan letak gunung-gunung yang ada di Jawa Tengah.
- Siswa dapat menceritakan kembali isi bacaan tentang kisah keluarga.
C. Syarat- syarat Tujuan Instruksional Khusus
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa, Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu- rambu sebagai berikut.
· Rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi guru mengharapkan siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi”. Bukan siswa mampu mendiskusikan ciri- ciri demokrasi bukan merupakan rumusan tujuan tetapi proses pembelajaran.
· Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, jika dalam satu rencana pembelajaran ada tiga Tujuan Instruksional Khusus, kemampuan yang dituntut Tujuan Instruksional Khusus 1, adalah dapat menjelaskan, Tujuan Instruksional 2: dapat memberi contoh dan Tujuan Instruksional Khusus 3: dapat menggunakan.
· Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan kemampuan siswa.
· Banyaknya Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk mencapainya.
Dengan mempertimbangkan hal- hal tersebut diharapkan akan dihasilkan rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang dapat menjembatani pencapaian Tujuan Instruksional Khusus. Untuk dapat membuat rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang benar, berikut ini disajikan komponen- komponen yang harus ada dalam suatu rumusan.
d. Komponen- komponen Rumusan Tujuan Instruksional Khusus
Tujuan instruksional khusus (TIK) antara lain digunakan untuk menyusun tes oleh karena itu TIK harus mengandung unsur – unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar– benar dapat mengukur perilaku yang berada di dalamnya.
Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu format Mager dan ABCD format.
1. Format Merger
Merger merekomendasikan syarat– syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a. Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar
b. Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c. Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima
Uraian di atas menunjukan bahwa Merger mengemukakan tujuan tersebut dirumuskan dengan menentukan bagaimana pembelajar harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Merger melibatkan tiga aspek yaitu begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin dicapai, serta bagaimana tingkah laku pencapaiannya.
Merger mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the student will be able to”.
2. Format ABCD
Menurut Knirk dan Gustafson (1986), Ada empat komponen yang harus ada dalam rumusan tujuan, yaitu Format ABCD digunakan oleh Institusi Pengembangan Pembelajaran, pada prinsipnya format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada bagian ini menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar. Unsur– unsur tersebut dikenal dengan ABCD yang berasal dari empat kata sebagai berikut :
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
a. Audience
Audience merupakan siswa atau mahasiswa yang akan belajar, dalam hal ini pada TIK perlu dijelaskan siapa mahasiswa atau siswa yang akan belajar. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus dijelaskan secara spesifik mungkin, agar seseorang yang berada di luar populasi yang ingin mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa atau mahasiswa yang menjadi sasaran dalam sistim instruksional tersebut.
b. Behavior
Behavior merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh mahasiswa atau siswa tersebut setelah selesai mengikuti proses belajar tersebut . Perilaku ini terdiri dari dua bahgian penting yaitu kata kerja dan objek. Kata kerja ini menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu seperti menyebutkan, menjelaskan, menganalisis dan lainnya. Sedangkan objek menunjukkan apa yang didemonstrasikan.
c. Condition
Condition berarti batasan yang dikenakan kepada mahasiswa atau alat yang digunakan mahasiswa ketika ia tes.Kondisi ini dapat memberikan gambaran kepada pengembang tes tentang kondisi atau keadaan bagaimana siswa atau mahasiswa diharapkan dapat mendemonstrasikan perilaku saat ini di tes,misalnya dengan menggunakan rumus tertentu atau kriteria tertentu.
Komponen ”C” dalam setiap TIK merupakan unsur penting bagi pengembang instruksional dalam nenyusun tes.
d. Degree
Degree merupakan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku tersebut, adakalanya mahasiswa diharapkan dapat melakukan sesuatu dengan sempurna tampa salah dalam waktu dua jam dan lainnya. Sejumlah rumusan ABCD dalam penerapannya terkadang tidak disusun secara ber urutan namun dapat dibalik-balikkan . Dalam praktek sehari-hari perumusan TIK terkadang hana mencantumkan dua komponen saja , yaitu A dan B sehingga ketika diukur tidak memiliki kepastian dalsam menyusun tes.
Berikut ini adalah analisis dari Tujuan Instruksional Khusus yaitu, Siswa dapat menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba di Indonesia dengan menggunakan gambar peta
Apabila diuraikan rumusan tersebut ke dalam komponen- komponen ABCD, maka:
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
Menunjukkan tempat penemuan manusia purba : merupakan komponen Behavior (B)
Dengan menggunakan gambar peta : merupakan komponen Condition (C)
3 tempat : merupakan komponen Degree (D)
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa siswa dikatakan telah mencapai tujuan apabila siswa tersebut:
i) Telah mampu menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba; apabila siswa hanya mampu menunjukkan dua bagian saja, maka siswa tersebut belum dapat dianggap telah menguasai tujuan tersebut.
ii) Menggunakan gambar peta, ini berati bahwa, pada saat kita menuntut siswa untuk mendemonstrasikan kemampuan menunjukkan 3 tempat penemuan manusia purba, kita harus menyediakan peta negara Indonesia.
Contoh lainnya: Siswa dapat menyebutkan isi proklamasi dengan teknik pidato
Apabila diuraikan ke dalam komponen- komponen ABCD, maka:
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
Menyebutkan isi proklamasi : merupakan komponen Behavior (B)
Dengan teknik pidato : merupakan komponen Condition ©
Rumusan Tujuan Instruksional Khusus hendaknya mengandung keempat komponen tersebut. Namun demikian, tidak setiap Tujuan Instruksional Khusus harus memenuhi empat komponen diatas. Adakalanya Tujuan Instruksional Khusus hanya terdiri dari komponen A dan B, seperti contoh berikut.
Siswa dapat menyebutkan batas- batas provinsi Aceh
Kalau kita uraikan ke dalam komponen- komponen ABCD, maka:
Siswa : merupakan komponen Audiens (A)
Menyebutkan batas- batas provinsi Aceh : merupakan komponen Behavior (B
e. Aplikasi Perumusan Tujuan Instruksional Khusus pada mata pelajaran Sejarah
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
SMK : X
Mata Pelajaran : Sejarah
Program : Ilmu Pengetahuan Sosial
Kelas/Semester : XI/1 (satu)
Standar Kompetensi : Menganalisis Perjalanan Bangsa Indonesia pada Masa Negara-negara Tradisional
Kompetensi Dasar : Menganalisis Pengaruh Perkembangan Agama dan Kebudayaan Hindu-Buddha terhadap Masyarakat di Berbagai Daerah di Indonesia
Untuk Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar sudah disusun pemerintah berdasarkan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Yang selanjutnya kita tentukan indikatornya:
Indikator :
1. Mendeskripsikan lahir dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha di India.
2. Mendeskripsikan teori masuk dan berkembangnya Hindu-Buddha di Indonesia.
3. Menunjukkan peta jalur masuknya Hindu-Buddha ke Indonesia
4. Mengidentifikasi fakta-fakta tentang proses interaksi masyarakat di berbagai daerah dengan tradisi Hindu-Buddha
Kemudian merumuskan Perilaku Khusus yang muncul berdasarkan Indikator yang ada:.
1. Menjelaskan bagaimana latar belakang lahirnya agama Hindu
2. Menjelaskan bagaimana latar belakang lahirnya agama Budha
3. Mengidentifikasi 3 ciri- ciri kebudayaan Hindu di India dengan menggunakan gambar
4. Mengidentifikasi 3 ciri-ciri Budha yang ada di India dengan menggunakan gambar.
5. Menjelaskan 4 teori mengenai masuknya agama Hindu Budha di Indonesia.
6. Menjelaskan teori ksatria sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia.
7. Menjelaskan teori waisya sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
8. Menjelaskan teori sudra sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia.
9. Menjelaskan teori arus balik sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
10. Menjelaskan teori brahmana sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
11. Menjelaskan proses bagaimana masuknya islam berdasarkan Siroh Nabawiyah masuknya islam ke Indonesia.
12. Menunjukkan jalur masuknya agama dan kebudayaan Hindhu-Budha dengan menggunakan gambar peta
13. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Politik
14. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Ekonomi
15. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Sosial
16. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Budaya
17. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Agama
18. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Pendidikan
19. Mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Teknologi
20. Menyebutkan 8 nama kerajaan di Indonesia yang bercorak Hindu- Budha
Setelah perilaku khusus didapat, yang selanjutnya adalah mengidentifikasi karakteristik siswa. Bisa dengan kuesioner, interview, observasi, dan tes. Sehingga dengan hasil itu dapat diketahui nanti akan diketahui pengetahuan siswa mengenai materi yang akan diajarkan sehingga pendidik akan tahu mana perilaku khusus yang tepat dijadikan Tujuan Instruksional khusus dan mana yang tidak perlu diberikan lagi. Ketika dirasa ada beberapa dari perilaku khusus yang sudah rata- rata dipahami siswa maka perilaku khusus tersebut sebaiknya tidak di masukkan lagi ke dalam Tujuan Instruksional Khusus. Sehingga didapat bahwa perilaku khusus yang layak menjadi Tujuan Instruksional Khusus adalah:
1. Siswa mampu menjelaskan bagaimana latar belakang lahirnya agama Hindu
2. Siswa mampu menjelaskan bagaimana latar belakang lahirnya agama Budha
3. Siswa mampu mengidentifikasi bagaimana ciri- ciri kebudayaan Hindu di India dengan menggunakan gambar
4. Siswa mampu mengidentifikasi bagaimana ciri-ciri Budha yang ada di India dengan menggunakan gambar.
5. Siswa mampu menjelaskan teori ksatria sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia.
6. Siswa mampu menjelaskan teori waisya sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
7. Siswa mampu menjelaskan teori sudra sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia.
8. Siswa mampu menjelaskan teori arus balik sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
9. Siswa mampu menjelaskan teori brahmana sebagai salah satu teori masuknya Hindu- Budha ke Indonesia
10. Siswa mampu menjelaskan proses bagaimana masuknya islam berdasarkan Siroh Nabawiyah masuknya islam ke Indonesia.
11. Siswa mampu menunjukkan jalur masuknya agama dan kebudayaan Hindhu-Budha dengan menggunakan gambar peta
12. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Politik
13. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Ekonomi
14. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Sosial
15. Siswa mampu engidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Budaya
16. Sisiwa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Agama
17. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Pendidikan
18. Siswa mampu mengidentifikasi pengaruh masuknya Agama dan Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada bidang Teknologi
19. Siswa mampu menyebutkan 8 nama kerajaan di Indonesia yang bercorak Hindu- Budha
BAB III
KESIMPULAN
Tujuan instruksional khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam merumuskan tujuan instruksional khusus menurut Suharsimi Arikunto adalah:
1. Membuat sejumlah TIU (tujuan instruksional umum) untuk setiap mata pelajaran/bidang studi yang akan diajarkan. Di dalam kurikulum tahun 1975 maupun 1984, TIU ini sudah tercantum dalam uku Garis-Garis Besar Program Pengajaran. Dalam merumuskan TIU digunakan kata kerja yang sifatnya masih umum dan tidak dapat diukur karena perubahan tingkah laku masih terjadi di dalam diri manusia (intern).
2. Dari masing-masing TIU dijabarkan menjadi TIK yang rumusannya jelas, khusus, dapat diamati, terukur dan menunjukan perubahan tingkah laku.
Komponen- komponen Rumusan Tujuan Instruksional Khusus yaitu: A = Audience, B = Behaviour, C = Condition, D = Degree. Audience merupakan siswa atau mahasiswa yang akan belajar, dalam hal ini pada TIK perlu dijelaskan siapa mahasiswa atau siswa yang akan belajar. Behavior merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh mahasiswa atau siswa tersebut setelah selesai mengikuti proses belajar tersebut. Condition berarti batasan yang dikenakan kepada mahasiswa atau alat yang digunakan mahasiswa ketika ia tes. Degree merupakan tingkat keberhasilan mahasiswa dalam mencapai perilaku tersebut, adakalanya mahasiswa diharapkan dapat melakukan sesuatu dengan sempurna tampa salah dalam waktu dua jam dan lainnya.
Daftra Pustaka
Andeson, Dkk, 2001. A Taxonomy for Learning, Teaching, and Assessing, A Revison of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. US.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Dick and carey. 2005. The sistematic desaign of instruction. Andrew tursoy: United States of America
Suparman, Atwi. 2012. Desain Instruksional Model. Jakarta: Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar